E-COMMERCE DALAM KEJAHATAN BISNIS
BAGIAN IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kemajuan
teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer
memasuki masa-masa “revolusi”-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau
Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini
computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja
(desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi
yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan
kecepatan mini computer, bahkan mainframe). Kegunaan komputer di perusahaan
tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung
terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era
komputerisasi dimana komputer hanya menjadi “milik pribadi” Divisi EDP
(Electronic Data Processing) perusahaan, di era kedua ini setiap individu di
organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah
database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Pemakaian
komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam
kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak
langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien
dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola
secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai
suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan,
terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.
Tidak
dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan.
Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang
dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut:
cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Di
sinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan
keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja
perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back
office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office).
Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien,
efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja
yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun
1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (Business Process
Reengineering), re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM,
instalasi dan pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain
sebagainya. Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam
setiap program manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan.
Tidak
ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya
telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of
information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi
dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam
virtual world of computer. Penerapan teknologi seperti LAN, WAN,
GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan
membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum
yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan
dengan penciptaan dan aliran informasi. Perusahaan-perusahaan pun sudah
tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer,
seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang
terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau
investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi
perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic
transaction dengan mempergunakan electronic money. Tidak jarang
perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya,
terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan yang
ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset
manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir
menggeluti bidang lain. Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang
berkembang, dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di
suatu sisi banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau
SDM-nya, sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk
membeli perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi,
berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias
harus gulung tikar.
Tidak
dapat disangkal lagi bahwa Electronic Commerce telah menjadi primadona dalam
wacana pembicaran dunia bisnis global dewasa ini. Tercatat sejumlah seminar
besar mengenai hal ini telah dilakukan oleh para praktisi bisnis dan teknologi
informasi di Indonesia selama kurun waktu dua tahun terakhir. Setiap seminar
yang diadakan pada intinya adalah memperkenalkan seluk beluk fenomena global
yang telah “memaksa” perusahaan untuk mau tidak mau mencermati keberadaan
teknologi ini jika ingin tetap bersaing dan mempresentasikan beragam teknologi
informasi yang tersedia di pasaran untuk membantu perusahaan meng‐“electronic commerce”‐kan
dirinya dalam waktu yang relatif cepat. Majalah‐majalah
dan surat kabar‐surat kabar berbau ekonomi dan bisnis pun tidak kalah
gencarnya mempromosikan mengenai kecanggihan teknologi digital ini. Namun
terlepas dari berbagai pandangan dan tanggapan yang ada, terdapat beberapa hal
mendasar yang sama sekali belum tersentuh dalam berbagai wacana tersebut. Hal
ini menyangkut dampak makro yang akan terjadi seandainya diasumsikan bahwa
dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap individu dan
korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet.
Kini
internet telah menjadi persoalan khusus semenjak dimanfaatkan dalam kegiatan
perdagangan atau bisnis. Diakui secara ekonomi, pemanfaatan internet telah
memberikan nilai tambah dalam mempercepat proses transaksi, tetapi secara
yuridis masalah pemanfaatan internet ini sangat riskan bagi para pihak
karena karakteristiknya sangat berbeda dengan bisnis konvensional, sehingga
sulit dijangkau dengan aturan hukum yang berlaku.
E-Commerce
merupakan salah satu bentuk tranksaksi perdagangan paling banyak dipengaruhi
oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini konsep
pasar tradisional (penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi
sistem Telemarketing (jarak jauh menggunakan internet). E-Commerce pun telah
mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkan.
Alasan
ini didasarkan kepada suatu realitas bahwa transaksi e-commerce yang
memanfaatkan media internet sifatnya tidak hanya sebatas lingkup lokal atau
nasional tetapi berjalan tanpa batas, sehingga menimbulkan choice of law,
choice of forum dan masalah yurisdiksi.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Merujuk
dari hal tersebut diatas, maka timbul beberapa permasalahan yang akan
dianalisa, sebagai berikut :
1.
Apakah sebenarnya e-Commerce ?
2.
Apakah permasalahan yang mendasar dalam e-commerce ?
3.
Apakah penerapan Hukum dalam e-commerce ?
4.
Apakah contoh Kasus-kasus e-commerce ?
BAGIAN IIPEMBAHASAN
Mempelajari
E-Commerce sebenarnya cukup mudah, karena tidak jauh berbeda dengan memahami
bagaimana perdagangan atau bisnis selama ini dijalankan. Yang membedakannya
adalah diikutsertakannya teknologi komputer dan telekomunikasi secara intensif
sebagai sarana untuk melakukan dua hal utama.
A. Pengertian e-commerce
Definisi
dari “E-Commerce” sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif atau
kacamata yang memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara
sederhana mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis secara
elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang
lebih lengkap, yaitu “penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling
terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. Tidak puas dengan definisi
tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi “proses
pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui
internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu
perusahaan dengan menggunakan intranet”.
E-Commerce
sebagai “suatu jenis dari mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan
diri pada transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet
sebagai medium pertukaran barang atau jasa baik antara dua buah institusi
maupun antar institusi dan konsumen langsung”. Beberapa kalangan akademisi pun
sepakat mendefinisikan E-Commerce sebagai “salah satu cara memperbaiki kinerja
dan mekanisme pertukaran barang, jasa, informasi, dan pengetahuan dengan
memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital.
Perkembangan
teknologi informasi terutama internet, merupakan faktor pendorong perkembangan
e-commerce. Internet merupakan jaringan global yang menyatukan jaringan
komputer di seluruh dunia, sehingga memungkinkan terjalinnya komunikasi dan
interaksi antara satu dengan yang lain diseluruh dunia. Dengan menghubungkan
jaringan komputer perusahaan dengan internet, perusahaan dapat menjalin
hubungan bisnis dengan rekan bisnis atau konsumen secara lebih efisien. Sampai
saat ini internet merupakan infrastruktur yang ideal untuk menjalankan
e-commerce, sehingga istilah E-Commerce pun menjadi identik dengan menjalankan
bisnis di internet.
Pertukaran
informasi dalam E-Commerce dilakukan dalam format dijital sehingga kebutuhan
akan pengiriman data dalam bentuk cetak dapat dihilangkan. Dengan menggunakan
sistem komputer yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi,
transaksi bisnis dapat dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat.
Akibatnya informasi yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia
pada saat diperlukan. Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan
dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman
informasi. Proses transaksi yang berlangsung secara cepat juga mengakibatkan
meningkatnya produktifitas perusahaan.
Dengan
menggunakan teknologi informasi, E-Commerce dapat dijadikan sebagai solusi
untuk membantu perusahaan dalam mengembangkan perusahaan dan menghadapi tekanan
bisnis. Tingginya tekanan bisnis yang muncul akibat tingginya tingkat
persaingan mengharuskan perusahaan untuk dapat memberikan respon. Penggunaan
E-Commerce dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktifitas perusahaan,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing.
Faktor-faktor
yang mendorong perkembangan dari e-commerce antara lain :
a.
E-Commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan
setiap pelanggan dapat mengakses seluruh informasi secara terus menerus.
b.
E-Commerce dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara cepat dan
tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan berlangsung secara
periodik.
c.
E-Commerce dapat menciptakan efisiensi yang tinggi, murah serta informatif.
d.
E-Commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang cepat,
murah, aman dan akurat.
e.
E-Commerce tidak hanya dilakukan dalam suatu wilayah tertentu saja, namun tidak
terbatas oleh ruang dan waktu dimanapun berada.
Pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi e-commerce adalah :
a.
Penjual, yaitu perusahaan yang menawarkan produknya baik barang maupun jasa
melalui jaringan internet.
b.
Konsumen, yaitu pihak yang ingin memperoleh pelayanan barang atau jasa dari
penjual, dengan sistem pembayaran yang telah diperjanjikan sebelumnya (baik
menggunakan kartu kredit maupun secara tunai).
c.
Acquirer (Pihak perantara penagihan yaitu pihak yang meneruskan tagihan kepada
penerbit berdasarkan tagihan yang telah masuk kepadanya yang telah diberikan
oleh penjual dan pihak inilah yang melakukan pembayaran terhadap penjual) dan
(pihak perantara pembayaran yaitu bank dimana pembayaran kredit dilakukan oleh
pemegang kartu kredit kemudian akan mengirimkan pembayaran tersebut kepada
penerbit kartu kredit).
d.
Issuer (perusahaan kartu kredit yang menerbitkan kartu), Diindonesia ada
beberapa lembaga yang diizinkan untuk menerbitkan kartu kredit, yaitu :
1).
Bank dan lembaga keuangan bukan bank. Tidak semua bank dapat menerbitkan kartu
kredit, hanya bank yang memperoleh izin dari Card International dapat
menerbitkan kartu kredit seperti Master dan Visa Card.
2).
Perusahaan non bank dalam hal ini PT. Dinner Jaya Indonesia Internasional yang
membuat perjanjian dengan perusahaan yang ada di luar negeri.
3).
Perusahaan yang membuka cabang dari perusahaan induk yang ada di luar negeri,
yaitu American Express.
Dalam
e-commerce, sistem pembayaran yang diguanakan adalah antara lain menggunakan :
1)
Tunai atau electronic cash.
Sistem
ini mirip dengan pemakaian uang tunai dalam kegiatan sehari-hari, dimana
konsumen akan membayar dengan koin atau uang kertas kepada penjual. Dalam
sistem E-Commerce nilai dari koin atau uang kertas ini akan digantikan oleh
nilai digital (digital value) atau dengan digital token.
Beberapa contoh dari sistem ini adalah; NetCash, VisaCash, Ecash, Millicent, CyberCoin, WorldPay
Beberapa contoh dari sistem ini adalah; NetCash, VisaCash, Ecash, Millicent, CyberCoin, WorldPay
Dalam
menerapkan sistem pembayaran tunai ini ada beberapa sistem E-Commerce yang
menerapkan pembayaran offline, yaitu pembayaran dilakukan ditempat konsumen
pada saat barang diantar (cash on delivery).
2)
Sistem debit.
Pada
sistem debit pembayaran dilakukan dengan cara mengambil (di debit) dari
rekening konsumen. Contoh dari sistem ini antara adalah; Bank Internet Payment
System (BIPS), FSTC Electronic Check (Echeck), Ecount.
3)
Sistem kredit
Pada
Sistem ini kewajiban pembayaran dialihkan kepada pihak ketiga. Pedagang akan
menerima pembayaran dari pihak ketiga (perantara), sementara penagihan
pembayaran terhadap konsumen akan dilakukan oleh pihak ketiga. Sistem ini
terdiri dari Credit Card over HTTP/SSL dan SET.
4)
Digital Cash
Digital
cash adalah bentuk elektronik dari uang yang kita kenal sehari-hari. Digital
Cash dapat dibeli dari Bank yang menerbitkannya. Digital Cash ini dikembangkan
oleh David Chaum yang dikenal sebagai bapak uang elektronik. Uang elektronik
yang dikeluarkan DigiCash diberi nama Ecash
5)
CyberCash
CyberCash
adalah sebuah cara pembayaran yang ditujukan terutama untuk transaksi pembayaran
barang-barang yang berharga murah (micropayments) di internet, karena kartu
kredit tidak dapat digunakan untuk transaksi yang nilainya di bawah minimum
pembelian. Dalam skenario CyberCash konsumen diberi sebuah dompet elektronik
yang disebut wallet. Wallet tersebut dipasang pada komputer konsumen dan
dijalankan browser pada saat konsumen berbelanja.
Sebelum digunakan konsumen harus mengisi wallet-nya terlebih dahulu dengan kartu kredit atau dengan uang elektronik yang diedarkan CyberCash yang diberi nama CyberCoin. Wallet ini terhubung secara elektronik dengan informasi kartu kredit konsumen. Pada sisi pedagang digunakan perangkat lunak Secure Merchant Payment System (SMPS) yang disediakan oleh CyberCash. Perangkat lunak ini berfungsi menghubungkan antara Pedagang dengan CyberCash. Sebelum menggunakan CyberCash Pedagang harus mendaftar terlebih dahulu kepada CyberCash.
Sebelum digunakan konsumen harus mengisi wallet-nya terlebih dahulu dengan kartu kredit atau dengan uang elektronik yang diedarkan CyberCash yang diberi nama CyberCoin. Wallet ini terhubung secara elektronik dengan informasi kartu kredit konsumen. Pada sisi pedagang digunakan perangkat lunak Secure Merchant Payment System (SMPS) yang disediakan oleh CyberCash. Perangkat lunak ini berfungsi menghubungkan antara Pedagang dengan CyberCash. Sebelum menggunakan CyberCash Pedagang harus mendaftar terlebih dahulu kepada CyberCash.
6)
First Virtual
First
Virtual adalah sebuah perusahaan jasa pelayanan pembayaran transaksi di
internet dengan menggunakan kartu kredit. First Virtual bertindak sebagai
perantara antara konsumen, pengelola kartu kredit dan pedagang.
Dalam skenario sistem pembayaran yang dilakukan First Virtual konsumen membayar kepada First Virtual terlebih dahulu. Setelah First Virtual menerima pembayaran dari pengelola kartu kredit konsumen, baru kemudian pedagang menerima pembayaran dari First Virtual.
7) NetChex
Dalam skenario sistem pembayaran yang dilakukan First Virtual konsumen membayar kepada First Virtual terlebih dahulu. Setelah First Virtual menerima pembayaran dari pengelola kartu kredit konsumen, baru kemudian pedagang menerima pembayaran dari First Virtual.
7) NetChex
NetChex
adalah cek elektronik yang ditulis konsumen dengan menggunakan perangkat lunak
yang dikeluarkan NetChex. Sebelum konsumen dapat menggunakan NetChex terlebih
dahulu harus mendaftar ke NetChex untuk mendapatkan shadow account. Waktu
konsumen menulis cek yang digunakan bukan lagi nomor rekening asli tapi
menggunakan shadow account, sehingga nomor rekening bank dan data sensitif
lainnya tidak perlu ditransmisikan lewat internet. Pada waktu proses kliring
yang terlibat adalah bank konsumen, bank pedagang dan NetChex sebagai perantara
yang menyimpan data rekening asli dan shadow account dari konsumen dan
pedagang, proses kliringnya tetap dilakukan sesuai cara yang digunakan
perbankan.
8). E-Gold
8). E-Gold
Hampir
sama dengan digitalCash, E-Gold juga merupakan uang elektronik yang dikeluarkan
oleh perusahaan E-Gold tapi dalam bentuk emas, sehingga nilai uangnya akan
mengikuti harga emas dipasaran. Untuk dapat menggunakan E-Gold konsumen dan
pedagang harus mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan account dari E-Gold.
Pembayaran dilakukan dengan mentransfer E-Gold dalam jumlah tertentu ke account
E-Gold pedagang.
B.
Permasalahan Mendasar dalam e-commerce.
Permasalahan-permasalahan
yang mendasar dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
1.
Permasalahan yang bersifat substantif, :
a).
Keaslian data message dan digital signature.
Keabsahan
data message ini menadi persoalan yang sangat vital dalam e-commerce, karena
data message inilah yang dijadikan dasar utama terbentuknya suatu kontrak, baik
itu dalam hubungannya dengan kesepakatan ketentuan-ketentuan dan persyaratan
kontrak ataupun dengan substansi kesepakatan itu sendiri.
b).
Keabsahan (Validity).
Keabsahan
suatu kontrak tergantung pada pemenuhan syarat-syarat kontrak. Apabila
syarat-syarat kontrak terlah terpenuhi, yang terutama adalah adanya kesepakatan
atau persetujuan antara para pihak, maka kontrak dinyatakan terjadi. Dalam
e-commerce ini, terjadinya kesepakatan sanagat erat hubungannya dengan
penerimaan atas absah dan otentiknya data message yang memuat kesepakatan itu.
c.).
Kerahasiaan (Privacy)
Kerahasiaan
ini meliputi data dan atau informasi dan juga perlindungan terhadap data dan
informasi tersebut dari akses yang tidak sah dan berwenang.
d).
Keamanan (Security)
Masalah
keamanan merupakan masalah penting karena keberadaannya menciptakan rasa nyaman
bagi para pengguna (user) dan pelaku bisnis untuk tetap menggunakan media
elektronik sebagai kepentingan bisnisnya.
e).
Ketersediaan (availability).
Permasalahan
lain yang harus diperhatikan juga adalah keberadaan informasi yang dibuat dan
ditransmisikan secara elektronik yang harus ada setiap kali dibutuhkan.
2.
Permasalahan yang bersifat prosedural.
Yaitu
pengakuan dan daya mengikat putusan hakim dari negara lain untuk diberlakukan
dan dilaksanakan di negeri lawan, sekalipun hal ini memakai instrumen-instrumen
internasional.
Sepanjang
menyangkut permasalahan-permasalahan pidana, suatu negara memiliki jurisdiksi[1]) sebagai berikut :
a).
Jurisdiksi dengan prinsip teritorial yaitu setiap negara mempunyai jurisdiksi
terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan diwilayahnya, terhadap setiap orang
dan setiap benda yang berada dalam wilayahnya.
b).
Jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan atau kebangsaan
c).
Jurisdiksi berdasarkan perlingdungan kepentingan penting negara. Berdasarkan
prinsip ini, suatu negara dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga
negara lain yang melakukan kejahatan di luar negeri yang bisa mengancam
kepentingan keamanan, kemerdekaan dan integritasnya.
d).
Yurisdiksi Universal, yaitu bahwa setiap negara mempunyai jurisdiksi untuk
mengadili tindak kejahatan tertentu apabila kejahatan tersebut mengancam atau
memiliki karakter membahayakan rakyat internasional tanpa melihat siapa pelaku,
warga negara mana dan tempat kejadiannya dimana.
C.
Cyberlaw Dalam E-Commerce
Hak
dan kewajiban tidak ada artinya jika tidak dilindungi oleh hukum yang dapat
menindak mereka yang mengingkarinya. Sebuah dokumen untuk dapat diajukan ke
depan pengadilan harus mengikuti tiga aturan utama:
1.
The rule of authentification;
2.
Hearsay rule; dan
3.
The Best Evidence rule.
Pengadilan
modern telah dapat mengadaptasi ketiga jenis aturan ini di dalam sistem e‐commerce. Masalah autentifikasi misalnya telah dapat
terpecahkan dengan memasukkan unsur‐unsur
origin dan accuracy of storage jika email ingin dijadikan sebagai barang bukti
(sistem email telah diaudit secara teknis untuk membuktikan bahwa hanya orang
tertentu yang dapat memiliki email dengan alamat tertentu, dan tidak ada orang
lain yang dapat mengubah isi email ataupun mengirimkannya selain yang
bersangkutan). Termasuk pula untuk proses autentifikasi dokumen digital yang
telah dapat diimplementasikan dengan konsep digital signature. Aspek hearsay
yang dimaksud adalah adanya pernyataan‐pernyataan
di luar pengadilan yang dapat diajukan sebagai bukti. Di dalam dunia maya, hal‐hal semacam email, chatting, dan tele‐conference dapat menjadi sumber potensi entiti yang dapat
dijadikan bukti.
Namun
tentu saja pengadilan harus yakin bahwa berbagai bukti tersebut
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Faktor best‐evidence berpegang pada hirarki jenis bukti yang dapat
dipergunakan di pengadilan untuk meyakinkan pihak‐pihak
terkait mengenai suatu hal, mulai dari dokumen tertulis, rekaman pembicaraan,
video, foto, dan lain sebagainya. Hal‐hal
semacam tersebut di atas selain secara mudah telah dapat didigitalisasi oleh
komputer, dapat pula dimanipulasi tanpa susah payah; sehubungan dengan hal ini,
pengadilan biasanya berpegang pada prinsip originalitas (mencari bukti yang
asli).
Dalam
melakukan kegiatan e-commerce, tentu saja memiliki payung hukum, terutama di
negara Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan
Transaksi Elektronik, walaupun belum secara keseluruhan mencakup atau memayungi
segala perbuatan atau kegiatan di dunia maya, namun telah cukup untuk dapat
menjadi acuan atau patokan dalam melakukan kegiatan cyber tersebut.
Beberapa
pasal dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik yang berperan dalam
e-commerce adalah sebagai berikut :
1.
Pasal 2
Undang-Undang
ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
2.
Pasal 9
Pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
produk yang ditawarkan.
3.
Pasal 10
(1)
Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat
disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2)
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
4.
Pasal 18
(1)
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para
pihak.
(2)
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik
internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata
Internasional.
(4)
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
(5)
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin
timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional
5.
Pasal 20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui
Penerima.
(2)
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
6.
Pasal 21
(1)
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui
pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2)
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.
jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b.
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem
Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik.
(4)
Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen
Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum
menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna Sistem Elektronik.
7.
Pasal 22
(1)
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen
Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8.
Pasal 30
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
9.
Pasal 46
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
D.
Contoh Kasus dalam e-Commerce
Dalam
beberapa dekade terakhir ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan
(forgery) terhadap surat-surat dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan surat itu telah merusak iklim bisnis di
Indonesia. Dalam KUH Pidana memang telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang
mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan pemalsuan surat, tetapi
ketentuan-ketentuan tersebut sifatnya masih sangat umum. Pada saat ini
surat-surat dan dokumen-dokumen yang dipalsukan itu dapat berupa electronic
document yang dikirimkan atau yang disimpan di electronic files badan-badan
atau institusi-institusi pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya
Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pidana khusus yang berkenaan dengan
pemalsuan surat atau dokumen dengan membeda-bedakan jenis surat atau dokumen
pemalsuan, yang merupakan lex specialist di luar KUH Pidana.
Di
Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan
bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker
yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah
antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo,
2002.37).
Selanjutnya
pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone
berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet
banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan
mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan
lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber
Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat
internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih
dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau
membobol situs pada internet.
Menurut
riset yang dilakukan perusahaan Security Clear Commerce yang berbasis di Texas,
menyatakan Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian
Arwida. 2002).
Cyber
Squalling, yang dapat diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau
menggunakan suatu nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia
kasus ini pernah terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang
mendaftarkan nama domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152).
Satu
lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut
diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny
Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam
amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny
Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil
kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang seperti helm dan sarung
tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,-
(Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).
Namun,
beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis
jarang yang sampai ke meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan
tentang regulasi yang berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU
No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan
hari ini walaupun telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan
Peraturan Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap
pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Disamping
itu banyaknya kejadian tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak
kepolisian sehingga cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan
diderita oleh sang korban.
BAGIAN IIIPENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Definisi dari “E-Commerce” sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif
atau kacamata yang memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara
sederhana mendifinisikan E-Commerce sebagai “mekanisme bisnis secara
elektronis”. CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang
lebih lengkap, yaitu “penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling
terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis”. Tidak puas dengan definisi
tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi “proses
pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui
internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu
perusahaan dengan menggunakan intranet”.
2.
Permasalahan –permasalahan yang mendasar dalam e-commerce antara lain :
Pertama, di dalam dunia maya, virtualisasi merupakan konsep utama
yang mendasari bentuk dan struktur sebuah perusahaan. Di dalam perusahaan
virtual, aset-aset yang bersifat fisik sedapat mungkin ditiadakan. Para
pelanggan yang ada di seluruh dunia tidak berhadapan dengan institusi melalui
transaksi fisik yang melibatkan bangunan, orang, dan benda-benda riil lainnya,
melainkan hanya berhadapan dengan sebuah situs elektronik. Cukup dengan uang
$35 setahun (untuk memesan sebuah domain alamat), sebuah perusahaan dapat
berdiri dan menawarkan jasa atau produknya ke berbagai negara, tanpa harus
dibebani dengan berbagai urusan administratif. Penerapan pasal-pasal cyberlaw
yang mempersulit pendirian sebuah perusahaan akan mengurangi niat pemain-pemain
baru untuk mendirikan perusahaan virtual, yang artinya akan membuat lesu
industri di dunia maya.
Kedua, model bisnis yang diterapkan cenderung menghilangkan
segala bentuk mediasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena melalui jaringan
internet, individu dapat dengan mudah melakukan transaksi dengan individu lain
(atau antar perusahaan) secara cepat. Fenomena ini adalah bentuk sederhana dari
sebuah pasar bebas dimana kedua pihak yang bertransaksi secara sadar melakukan
pertukaran jasa atau produk dengan resiko yang disadari bersama. Penerapan
pasal-pasal cyberlaw yang mengurangi keuntungan maksimum yang selama ini
didapatkan oleh kedua belah pihak yang melakukan transasksi akan berakibat berkurangnya
frekuensi dan volume bisnis di internet.
Ketiga, batasan antara produsen dan konsumen menjadi kabur. Istilah
yang berkembang adalah “prosumer” karena model bisnis yang ada di dunia maya
memungkinkan seseorang untuk menjadi produsen dan konsumen pada saat yang
bersamaan (seperti kasus keanggotaan American Online, E-Groups, Geocities,
dsb.). Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mendasarkan diri pada sistem ekonomi
konvensional (seperti hukum permintaan dan penawaran) akan mencegah tumbuhnya
berbagai model bisnis yang selama ini menjadi daya tarik dan keunggulan dari
dunia maya.
Keempat, adalah suatu kenyataan bahwa sebuah perusahaan virtual
tidak dapat mengerjakan seluruh bisnisnya sendiri, melainkan harus melakukan
kerja sama dengan berbagai perusahaan virtual lainnya (seperti merchants,
content providers, technology vendors, dsb.). Hal ini berakibat adanya
ketergantungan antar perusahaan di internet yang sangat tinggi. Penerapan
pasal-pasar cyberlaw yang mempermudah sebuah perusahaan untuk gulung tikar akan
berakibat runtuhnya bisnis beberapa perusahaan lain yang bergantung padanya.
Kelima, sumber daya utama yang mutlak dibutuhkan dalam proses
penciptaan produk dan jasa adalah pengetahuan (knowledge). Karena pengetahuan
pada dasarnya melekat pada sumber daya manusia (unsur-unsur kreativitas,
intelektualitas, emosional, dsb.), tidak mengenal batasan negara, dan mudah
dipertukarkan maupun dikomunikasikan, maka segala bentuk proteksi menjadi tidak
relevan dan efektif untuk diterapkan. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang
bersifat membatasi dan mengekang individu untuk mempergunakan atau
mempertukarkan pengetahuan yang dimilikinya akan berdampak berkurangnya jenis
produk atau jasa yang mungkin diciptakan.
Dari
kelima prinsip utama di atas terlihat bahwa perumusan dan pengembangan cyberlaw
harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Dunia maya merupakan satu-satunya
arena bisnis saat ini yang telah menerapkan konsep pasar bebas dan globalisasi
informasi secara hampir sempurna. Keberadaan cyberlaw pada dasarnya sangat
dibutuhkan bukan semata-mata untuk melindungi hak-hak konsumen atau menegakkan
keadilan dalam aturan main bisnis, namun lebih jauh untuk mencegah terjadinya
“chaos” di dunia maya. Karena walau bagaimanapun, kekacauan di dunia maya akan
berdampak secara langsung terhadap kehidupan manusia di dunia nyata.
3.
Penerapan cyberlaw yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi
digital dapat berakibat tidak berkembangnya model transaksi bisnis modern ini.
Pemikiran mengenai cyberlaw ada baiknya untuk mulai dibuka dan dipandang
serius. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat banyaknya para praktisi hukum,
manajemen, bisnis, dan teknologi informasi yang ingin buru-buru menyusun dan
membuat konsepnya tanpa pemahaman yang lengkap dan memadai mengenai konsep
perdagangan elektronik, atau yang lebih dikenal sebagai e-commerce. Gagal
memahami dan mengerti mengenai bagaimana konsep bisnis di dunia maya terjadi
dapat membuat keberadaan cyberlaw menjadi kontraproduktif. Implementasi
cyberlaw yang pada mulanya ditujukan untuk menggairahkan bisnis e-commerce
tidak mustahil malah berdampak sebaliknya, yaitu mematikan pertumbuhan konsep
bisnis yang sedang menjadi trend di berbagai belahan dunia. E-commerce
merupakan salah satu varian dari e-business yang hanya akan secara efektif
beroperasi jika prinsip-prinsip ekonomi digital dipenuhi.
4.
Kasus-kasus cybercrime dalam bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali
terjadi, namun ditengah keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia dibidang
penyelidikan dan penyidikan, banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan
tidak sempat dilaporkan oleh korban.
B.
Saran
Teknologi
telah berkembang pesat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
bisnis. Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah berjalan
sedemikian rupa, sehingga kondisi pada saat ini sudah sangat jauh berbeda
dengan beberapa waktu yang lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong
pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan
dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan
langkah bisnis selanjutnya, pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak
perlu bertemu face to face, cukup melalui peralatan komputer dan
telekomunikasi, kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era siber
dalam bisnis.
Perkembangan
teknologi khususnya internet, menyebabkan terbentuknya sebuah era baru yang
disebut sebagai dunia maya, yang berarti bahwa setiap individu memiliki hak dan
kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain. Internet memberikan
manfaat bagi para pelaku bisnis. Internet tidak lagi digunakan perusahaan hanya
untuk sekedar mendapatkan informasi, melainkan sudah menjadi bagian penting dalam
perusahaan khususnya dalam kegiatan transaksi. Transaksi tidak lagi berlangsung
secara manual, namun hanya dengan “klik” transaksi dapat terjadi. Kegiatan
bisnis seperti inilah yang dinamakan dengan e-commerce. E-commerce merupakan
kegiatan perdagangan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih, terjadi adanya
pertukaran barang, jasa, atau informasi yang menggunakan internet sebagai media
utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.
Di
satu sisi, internet memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis yang dapat
memungkinkan adanya transaksi secara global. Namun, di sisi lain internet juga
tidak terlepas dari adanya kelemahan terutama dalam tindak kejahatan atau
kecurangan komputer dan internet. Bukan hanya karena dikerjakan oleh komputer,
maka segala kegiatan bisnis berjalan lancar dan benar. E-commerce juga
tidak lepas dari adanya kesalahan dan rawan akan tindak kejahatan. Untuk itu,
dibutuhkan sistem keamanan yang dapat memberikan jaminan bagi perusahaan yang
menjalankan e-commerce. Hal inilah yang menuntut adanya kemampuan baru
bagi auditor untuk melaksanakan tugasnya baik auditor internal maupun auditor
eksternal.
Adanya
hukum siber (cyberlaw) akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk
melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan rambu-rambu bagi para
pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan internet dengan bebas
ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan “memaksa”. Namun, adanya peraturan
atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar tidak melakukan tindak
kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet. Bagi auditor, selain
menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi, hukum yang jelas dan
tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan kecurangan sehingga
memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak kejahatan tersebut.
Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata
masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya
di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Dan
juga saran yang paling utama adalah :
1.
Agar ditingkatkan Sumber Daya Manusia para penegak hukum di Indonesia, melalui
pelatihan-pelatihan yang secara khusus membahas permasalahan-permasalahan yang
berkaitan dengan teknologi informasi khususnya bidang e-commerce.
2.
Pemerintah agar mensosialisasikan Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2008 Tentang
Internet Dan Transaksi Elektronika dna segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah
sebagai pedoman pelaksana undang-undnag tersebut.
REFERENSI
Abdul
Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara, Cyber Crime, Refika Aditama,
Bandung, 2005
Barda
Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime Di
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2006
Budi
Rahardjo Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, insane Indonesia,
bandung 1998-2005.
Cambridge
William Gibson, 1984, Neuromancer, New York:Ace, hal. 51, dikutip dari Agus
Raharjo, Cybercrime, Citra Aditya, Bandung, 2002
Didik
M Arief Mansur, Gultom, Elisatris, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Refika Aditama, Bandung, cet.ke-2, 2009
Eoghan
Casey , Digital Evidence and Komputer Crime, (London : A Harcourt
Science and Technology Company, 2001)
Ricardus
Eko Indrajit, E-Business; Konsep Dan Aplikasi E-Business, Edisi Koleksi dan
Pemikiran, Editor Yurindra, ____________
Ricardus
Eko Indrajit, E-Commerce; Kiat Dan Strategi Di Dunia Maya, Edisi Koleksi dan
Pemikiran, Editor Yurindra, ___________
[1]) Lihat juga Didik M Arief Mansur, Gultom,
Elisatris, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama,
Bandung, cet.ke-2, 2009, hlm.35-36.