SEJARAH BANTEN (BAGIAN 1)
ASAL MUASAL
A.Letak geografis Kerajaan Banten.
Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah dari bagian terbarat pulau Jawa ini, terutama pada masa sebelum masuknya Islam. Keberadaanya sedikit dihubungkan dengan masa kejayaan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang menguasai Selat Sunda, yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera. Dan juga dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Sunda Pajajaran, yang berdiri pada abad ke 14 dengan ibukotanya Pakuan yang berlokasi di dekat kota Bogor sekarang ini. Berdasarkan catatan, Kerajaan ini mempunyai dua pelabuhan utama, Pelabuhan Kalapa, yang sekarang dikenal sebagai Jakarta, dan Pelabuhan Banten.
Dari beberapa data mengenai Banten
yang tersisa, dapat diketahui, lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir
pantai, melainkan sekitar 10 Kilometer masuk ke daratan, di tepi sungai
Cibanten, di bagian selatan dari Kota Serang sekarang ini.
Wilayah ini dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai,
nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya. Kemungkinan besar,
kurangnya dokumentasi mengenai Banten, dikarenakan posisi Banten sebagai
pelabuhan yang penting dan strategis di Nusantara, baru berlangsung setelah
masuknya Dinasti Islam di permulaan abad ke 16.
Peta Lokasi Banten Girang
Penelitian yang dilakukan di lokasi
Banten Girang di tahun 1988 pada program Ekskavasi Franco – Indonesia, berhasil
menemukan titik terang akan sejarah Banten. Walaupun dengan keterbatasan
penelitian, namun banyak bukti baru yang ditemukan. Sekaligus dapat dipastikan
bahwa keberadaan Banten ternyata jauh lebih awal dari perkiraan semula dengan
ditemukannya bukti baru bahwa Banten sudah ada di awal abad ke 11 – 12 Masehi.
Banten pada masa itu sudah merupakan kawasan pemukiman yang penting yang
ditandai dengan telah dikelilingi oleh benteng pertahanan dan didukung oleh
berbagai pengrajin mulai dari pembuat kain, keramik, pengrajin besi, tembaga,
perhiasan emas dan manik manik kaca. Mata uang logam (koin) sudah digunakan
sebagai alat pembayaran, dan hubungan internasional sudah terjalin dengan
China, Semenanjung Indochina, dan beberapa kawasan di India.
Secara nyata, tidak ada keputusan
final yang dapat diambil sebelum penelitian dilakukan lebih lanjut, tapi dapat
dipastikan bahwa keberadaan Banten sudah berlangsung sangat lama dan teori
bahwa keberadaannya dimulai pada saat terbentuknya Kerajaan Islam di Banten,
tidak lagi dapat dipertahankan.
Bangsa Portugis telah
mendokumentasikan keberadaan Banten dan sekitarnya pada awal abad ke 16, kurang
lebih 15 tahun sebelum Kerajaan Islam Banten terbentuk.
Setelah menguasai Malaka pada tahun
1511, bangsa Portugis memulai perdagangan dengan bangsa Sunda. Ketertarikan
utama mereka adalah pada Lada yang banyak terdapat di kedua sisi
Selat Sunda. Bangsa Cina juga sangat berminat pada jenis rempah rempah ini, dan
kapal Jung mereka telah berlayar ke pelabuhan Sunda setiap tahunnya untuk
membeli lada. Walaupun Kerajaan Pajajaran masih berdiri, namun kekuasaannya
mulai menyusut. Kelemahan ini tidak luput dari perhatian Kerajaan Islam Demak.
Beberapa dekade sebelumnya Kerajaan Demak telah menguasai bagian timur pulau Jawa
dan pada saat itu bermaksud untuk juga menguasai pelabuhan Sunda. Masyarakat
Sunda, memandang serius ekspansi Islam, melihat makin berkembangnya komunitas
ulama dan pedagang Islam yang semakin memiliki peranan penting di kota
pelabuhan “Hindu”.
Menghadapi ancaman ini, Otoritas
Banten, baik atas inisiatifnya sendiri maupun atas seizin Pakuan, memohon
kepada bangsa Portugis di Malaka, yang telah berulangkali datang berniaga ke
Banten. Di mata otoritas Banten, bangsa Portugis menawarkan perlindungan ganda;
bangsa Portugis sangat anti Islam, dan armada lautnya sangat kuat dan menguasai
perairan di sekitar Banten. Banten, di sisi lain, dapat menawarkan komoditas
lada bagi Portugis. Negosiasi ini di mulai tahun 1521 Masehi.
Tahun 1522 Masehi, Portugis di
Malaka, yang sadar akan pentingnya urusan ini, mengirim utusan ke Banten, yang
dipimpin oleh Henrique Leme. Perjanjian dibuat antara kedua belah pihak,
sebagai ganti dari perlindungan yang diberikan, Portugis akan diberikan akses
tak terbatas untuk persediaan lada, dan diperkenankan untuk membangun benteng
di pesisir dekat Tangerang. Kemurah hatian yang sangat tinggi ini menggaris
bawahi tingginya tingkat kesulitan yang dihadapi Banten.
Pemilihan pembuatan benteng di
daerah Tangerang tidak diragukan lagi untuk dua alasan : yang 1. Agar Portugis
dapat menahan kapal yang berlayar dari Demak,
2. Untuk menahan agar armada
Portugis yang sangat kuat pada saat itu, tidak terlalu dekat
dengan kota Banten. Aplikasi dari perjanjian ini adalah adanya
kesepakatan kekuasaan yang
tak terbatas bagi Portugis. Lima tahun yang panjang berlalu, sebelum
akhirnya armada
Portugis tiba di pesisir Banten, di bawah pimpinan Francisco de Sá, yang
bertanggungjawab
akan pembangunan benteng.
B.Kedatangan
Patahilah ke Banten
Sementara itu, situasi politik telah
sangat berubah dan sehingga armada Portugis gagal untuk merapat ke daratan.
Seorang ulama yang sekarang dikenal dengan nama Patahilah, penduduk asli Pasai,
bagian utara Sumatera setelah tinggal beberapa lama di Mekah dan Demak,
Pada masa Sultan Trenggono dar
Kerajaan Islam Demak Patahilah diberi tugas untuk menguasai Selat Sunda (
Banten ) dari kekuasaan Portugis.kemudian setelah berkuasa di Banten ia pada
saat itu menetap di Banten Girang,
Patahilah kawin dengan putra Sunan
Gunungjati ( Syarif Hidayatulloh ) Kerajaan Islam Banten
dengan tujuan utama untuk
menyebarkan ajaran agama Islam. Walaupun pada awalnya kedatangannya diterima dengan
baik oleh pihak otoriti, akan tetapi Ia tetap meminta Demak mengirimkan pasukan
untuk menguasai Banten ketika Ia menilai waktunya tepat. Dan adalah puteranya,
Hasanudin, yang memimpin operasi militer di Banten. Islam mengambil alih
kekuasaan pada tahun 1527 M bertepatan dengan datangnya armada Portugis. Sadar
akan adanya perjanjian antara Portugis dengan penguasa sebelumnya, Islam
mencegah siapapun untuk merapat ke Banten. Kelihatannya Kaum Muslim menguasai
secara serempak kedua pelabuhan utama Sunda, yaitu Kalapa dan Banten,
penguasaan yang tidak lagi dapat ditolak oleh Pakuan.
Sebagaimana telah sebelumnya
dilakukan di Jawa Tengah, Kaum Muslim, sekarang merupakan kelas sosial baru,
yang memegang kekuasaan politik di Banten, dimana sebelumnya juga telah
memegang kekuasaan ekonomi. Putera Sunan Gunung Jati, Hasanudin dinobatkan
sebagai Sultan Banten oleh Sultan Demak, yang juga menikahkan adiknya dengan
Hasanudin. Dengan itu, sebuah dinasti baru telah terbentuk pada saat yang sama
kerajaan yang baru didirikan. Dan Banten dipilih sebagai ibukota Kerajaan baru
tersebut.