BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Olahraga merupakan
kebutuhan manusia. Melalui olahraga diharapkan didapatkan tubuh yang sehat dan
bugar sehingga mampu meningkatkan produktitas kerja. Dalam keadaan sakit, mudah
lelah dan tidak bugar bisa dipastikan bekerja tidak bisa maksimal. Olahraga
adalah aktifitas yang berkaitan dengan gerak tubuh.
Fenomena yang sering kita
dapati adalah, timpangnya pemberian porsi latihan antara fisik dan psikis.
Seringkali fisik dijadikan dasar utama tanpa memperhitungkan aspek psikisnya.
Hal ini jelas keliru dan perlu adanya upaya perbaikan konsep dalam sistem
pelatihan cabang olahraga. Aspek psikis atlet ibarat obor yang siap membakar
semangat atlet untuk mengeluarkan segala kemampuannya yang telah didapatkan
dari proses latihan yang terakumulasi peningkatannya. Kemampuan teknik dan
fisik seseorang tidak akan begitu berarti ketika kejiwaannya (mental) tidak
mampu mengerakkan untuk tampil optimal. Seringkali kelelahan fisik bisa diatasi
dengan arousal (kegairahan). Artinya walaupun secara fisik atlet sudah
mengalami kelelahan yang sangat, namun muncul apa yang disebut scond wind yang
mampu menggerakkan fisik untuk terus bekerja. Karena itu dalam makalah ini akan
diuraikan apa itu psikologi olahraga dan juga sejarahnya Untuk memberikan
pemahaman secara runtut dan holistik, dalam makalah ini akan dibahas pengertian
psikologi olahraga, juga sejarah dari psikologi olahraga.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan Psikologi Olahraga?
1.2.2
Bagaimana Sejarah Psikologi Olahraga?
1.2.3
Bagaimana Sejarah Psikologi Olahraga di
indonesia?
1.3 Tujuan
Masalah
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian Psikologi Olahraga.
1.3.2
Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Psikologi
Olahraga.
1.3.3
Untuk mengetahui Sejarah Psikologi Olahraga di
Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
Psikologi Olahraga
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan
dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks.
Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan
perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari
dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal
sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini
adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat
dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada
dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga
adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang
lebih baik dari sebelumnya.
Psikologi
olahraga merupakan hasil perkembangan dari psikologi umum. Menurut Khonstman
(1951) yang dikutip Herman Subarjah (2000: 1) menyebutkan bahwa medan kajian
psikologi adalah tingkah laku manusia dalam keadaan tertentu, misalnya manusia
dalam keadaan panik dipelajari dalam psikologi massa, atau manusia dalam proses
produksi misalnya dipelajari dalam psikologi industri. Sejalan dengan
perkembangan waktu dan kebutuhan terhadap psikologi dalam olahraga, maka
dikembangkan dan diterapkan psikologi olahraga.
Batasan dan pengertian psikologi olahraga, salah satunya dikemukakan oleh John D. Lawther, seorang guru besar pendidikan jasmani dari Pensylvania State University yaitu ” Sport psychologi is the study of human behavior in sport situation. It focusses on both learning and performance, and conciders both participans and spectator”.
Batasan dan pengertian psikologi olahraga, salah satunya dikemukakan oleh John D. Lawther, seorang guru besar pendidikan jasmani dari Pensylvania State University yaitu ” Sport psychologi is the study of human behavior in sport situation. It focusses on both learning and performance, and conciders both participans and spectator”.
Secara bebas bisa diartikan bahwa
psikologi olahraga adalah studi tentang tingkah laku manusia dalam situasi
olahraga, focus kajiannya adalah pada belajar dan performa, dan memperhitungkan
baik pelaku maupun penonton. Weinberg and gould (1999) mengartikan psikologi
olahraga sebagai studi khusus mengenai manusia dan perilakunya dalam aktivitas
olahraga dan latihan (ICSSPE, sport and exercise psikologi, hal. 161 bar. 3).
Jadi, psikologi olahraga dapat diartikan sebagai psikologi yang diterapkan
dalam bidang olahraga, meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi secara langsung
terhadap atlet dan faktor-faktor di luar atlet yang dapat mempengaruhi
penampilan (performance) atlet tersebut.
Weinberg dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas
psikologi olahraga. Beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian, 1993;
Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas menjelaskan apa itu psikologi
olahraga. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa psikologi olahraga:
1. mempelajari
bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu
2. memahami
bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi perkembangan
individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya
Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara
spesifik diarahkan untuk:
1. membantu
para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak
2. membantu
anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar
3. meneliti
faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan
4. memanfaatkan
kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi depressi (Weinberg
& Gould, 1995).
Seraganian (1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas
mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi olahraga
diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi somatik mempengaruhi
kognisi, emosi dan performance. Jelaslah kini bahwa psikologi olahraga lebih
diarahkan para kemampuan prestatif pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya,
pelaku olahraga, khususnya atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk
mencapai prestasi tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Dengan
kata lain, psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan
lawan tanding.
Sejarah Psikologi Olahraga
Psikologi olahraga pertama kali dikenalkan oleh Norman Triplett
pada tahun 1898. Norman Triplett menemukan bahwa waktu tempuh pembalap sepeda
menjadi lebih cepat jika mereka membalap di dalam sebuah tim atau berpasangan
dibanding jika membalap sendiri.
Baru tahun 1925 laboratorium psikologi olahraga pertama di Kawasan
Amerika Utara berdiri. Pendirinya adalah Coleman Griffith dari
Universitas Illinois. Griffith tertarik pada pengaruh faktor-faktor penampilan
atletis seperti waktu reaksi, kesadaran mental, ketegangan dan relaksasi otot
serta kepribadian. Dia lalu menerbitkan dua buah buku, The Psychology of
Coaching (1926) buku pertama di dunia Psikologi Olahraga dan The
Psychology of Athletes (1928).
Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia
Kian tahun psikologi olahrga kian
mengalami peningkatan kajian dan mengalami perkembangan yang berarti Seorang
praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup
pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali
pendidikan khusus psikoterapi dan konseling. Akibatnya, sampai saat ini masih
terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan
sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau
psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan sehingga
sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan
mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan
keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang pendidikan formalnya.
Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga
nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab
anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum
tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisi yang ingin
memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Kurikulum tersebut
merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang meliputi:
1) Prinsip
psikologi olahraga,
2) Peningkatan
performance dalam olahraga,
3) Psikologi
olahraga terapan,
4) Psikologi
senam.
Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi
olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna
jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus. Kepada siapa
psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya
antara atlet dan pengurus, padahal psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk
menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut adalah pengguna jasa psikologi.
Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus
mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka
demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan
seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan;
namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan
pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif,
sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami
kegagalan. Karenanya, seorang psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana
dalam menangani masalah ini, demikian pula, hendaknya seorang pelatih yang
kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu
melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Psikologi olahraga adalah latihan teknik untuk
meningkatkan kekuatan daya tahan maupun daya otot. Peningkatan daya dan
efisiensi karena plyometric dapat meningkatkan suatu agility. Agility adalah
kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh agar berubah arah selama rangkaian
gerakan, agility merupakan pelatihan pikiran untuk menegakkan psikomotor
melalui pemograman neuromuscular.
3.2
Saran
Selama menggunakan metode plyometric training seorang
atlit harus memenuhi persyaratan mengenai struktur dasar tentang anatomis,
dinamis, berirama dan struktur lainnya agar otot dapat beradaptasi dengan efek
reaksi latihan sehingga seorang atlit dapat bergerak dengan benar. Selain itu
juga dapat mencegah terjadinya suatu cidera.
DAFTAR PUSTAKA
Anshel, M. H.
(1997). Sport psychology: From theory to practice (3rd ed.). Scottsdale, AZ:
Gorsuch Scarisbrick.
Clarke, K. S.
(1984). The USOC sports psychology registry: A clarification. Journal of Sport
Psychology, 6, 365-366.
Sachs, M. L.
(1993). Professional ethics in sport psychology. In R. N. Singer, M. Murphey,
& L. K. Tennant (Ed.), Handbook of research in sport psychology (pp.
921-932). New York: Maacmillan.
Seraganian, P.
(Ed.). (1993). Exercise psychology: The influence of physical exercise on
psychological processes. New York: John Wiley & Sons.
Singer, R. N.
(1993). Ethical issues in clinical services. Quest, 45, 88-105
Triplett, N.
(1898). The dynamogenic factors in pacemaking and competition. American Journal
of Psychology, 9, 507-553.
Weinberg, R.
S., & Gould, D. (1995). Foundations of sport and exercise psychology.
Champaign, IL: Human Kinetics
Wiffins, D. K.
(1984). The history of sport psychology in North America. In J. M. Silva &
R. S. Weinberg (Eds.), Psychological foundations of sport (pp.9-22). Champaign,
IL: Human Kinetics.
Willis, J. D.,
& Campbell, L. F. (1992). Exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinet